Menag Apresiasi FKUB Menjaga Kerukunan di Kabupaten Banyumas

By Admin

nusakini.com-- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi Bupati, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA), dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas yang telah berkontribusi bagi kondisi keagamaan dan ikut menjaga situasi di kabupaten Banyumas lebih damai, rukun, terlebih dalam kondisi atau tensi suhu yang relatif hangat saat ini. 

"Saya bersyukur untuk kehidupan keagamaan yang baik di Kabupaten Banyumas, keberadaan FKUB berjalan baik karena peran tokoh dan aparat serta pemerintah dalam menjaga kerukunan,"ujar Menag saat bertemu dengan Bupati dan tokoh agama Kabupaten Banyumas di Pendopo Kabupaten, Jumat (10/2). 

Menurut Menag, mensikapi perbedaan menuntut kearifan bersama. Ketika kita menyatakan kita tinggi kita merendahkan orang lain, melukai pihak lain. Selain Bupati Banyumas Achmad Husein, hadir Rektor IAIN Purwokerto A. Luthfi Hamidi, Kepala Pusat Infomasi dan Humas Mastuki, dan Kakanwil Kemenag Jawa Tengah Farhani. 

"Disinilah peran agama, agama membuat rukun di antara kita bukan memecah kita," kata Menag. 

Menag dalam kesempatan tersebut merespon sejumlah isu yang disampaikan peserta dalam pertemuan tersebut, diantaranya tentang meningkatnya angka perceraian, nikah dini, dan permohonan dispensasi nikah karena sejumlah alasan yang disampaikan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Banyumas Maftukhin. 

Menag mengaku prihatin atas tingginya angka perceraian, meningkatnya angka ini, menurutnya karena sejumlah faktor yang kompleks. Mengutip data Litbang Kementerian Agama, Menag menyampaikan, faktor perceraian pasangan muda karena mereka belum memiliki pengetahuan memadai tentang sebuah keluarga. 

"Ini karena edukasi yang minim dari keluarga, masyarakat dan lainnya. Apa hakekatnya sesungguhnya perkawinan itu. Semua agama memandang perkawinan sakral, esensi itu yang memudar di kalangan muda-mudi. Kemenag saat ini terus mengembangkan pendidikan pra nikah melalui KUA bagi yang akan memasuki jenjang perkawinan," ucap Menag. 

Menjawab pertanyaan tentang wacana standardisasi khatib Jumat, Menag kembali menegaskan bahwa wacana ini muncul sudah lama, dan kembali muncul ke permukaan saat ini. Dikatakan Menag, pemerintah menerima sejumlah keluhan dan masukan dari kalangan umat Islam tentang beberapa materi khutbah Jum'at yang dinilai meresahkan. 

Dikatakannya, setelah diklasifikasikan, ada empat hal terkait materi khutbah Jumat yang mendapat respons masyarakat. Pertama, materi khutbah ada yang mengangkat isu khilafiyah, padahal masjid adalah milik bersama, bahkan menyalahkan pandangan yang berbeda dengan pandangan khatib, juga selain karena pengaruh dunia luar.

Kedua, materi khatib menyalahkan Agama lain, padahal kita tahu masjid berada di lingkungan masyarakat yang beragam. Ketiga, karena masalah Pilkada atau politik daerah, khatib menyeru agar jangan pilih si ini si itu dengan menyebutkan nama. Keempat, ada sejumlah khatib yang membicarakan ideologi negara, tentang Pancasila yang dianggap thogut. 

"Saya melihat ini serius, pemerintah menampung masalah tersebut, lalu mengajak ormas-ormas dan akademisi untuk duduk bersama dan merespon masalah ini secara bersama," ujar Menag. 

Diakui Menag, ada kritik yang ia terima, mengapa Menag menyampaikan sesuatu yang belum jelas konsepnya. Dijelaskan Menag, ini era baru, pendekatannya dari bawah (bottom up), jadi yang merumuskan adalah ulama, itu domain ulama, pemerintah hanya memfasilitasi. 

"Sebenarnya yang ingin dihadirkan semacam pedoman bersama bukan sertifikasi atau standardisasi khatib, seperti apa materi khutbah, dan lainnya," katanya . 

Dalam kesempatan tersebut, Menag minta kepada pemerintah daerah dan tokoh-tokoh agama untuk membantu menjelaskan kepada masyarakat bahwa pemerintah hanya fasilitator, pemerintah ingin menjaga keabsahan shalat Jumat, karena khutbah merupakan salah satu rukun shalat Jumat. Selanjutnya, pemerintah ingin menjaga bahwa rumah ibadah sebagai wilayah paling aman, bukan sebagai tempat sumber pertikaian. (p/ab)